SIDOARJO TERKINI
Gaya Hidup & Romantika Headline Indeks Pendidikan & Kesehatan Profil

Zonasi Untuk Edukasi

 

Nina Khuswatun Khotimah

Penerimaan Peserta Didik Baru atau yang sering kita sebut dengan PPDB adalah yang hal yang paling ditunggu oleh para wali murid dan para murid untuk bisa masuk di sekolah yang mereka inginkan. Entah itu mereka yang mau melanjutkan di SMP atau SMA/SMK favorit mereka. Para orang tua juga menginginkan agar anak mereka yang berprestasi bisa masuk di sekolah favorit. Orang tua beranggapan bahwa prestasi putra putri mereka akan lebih baik jika bisa masuk di sekolah favorit atau sekolah pilihan mereka.

Namun itu semua mulai terhalang semenjak adanya sistem Zonasi. Apa itu sistem Zonasi ? Sistem zonasi tidak menekankan pada nilai dari calon peserta didik, namun pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah. Siswa yang rumahnya paling dekat dengan sekolah itulah yang dirasa memiliki hak untuk menjadi peserta didik dari sekolah tersebut. Sistem ini merupakan bentuk penyesuaian kebijakan dari sistem rayonisasi. Dengan menerapkan sistem ini diharapkan anak-anak yang memiliki kecerdasan yang cukup tidak hanya berkumpul di satu sekolah saja. Sehingga pemerataan pendidikan dapat dilakukan dan menghilangkan paham-paham sekolah favorit dan sekolah buangan.

Sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di tahun 2019 mulai diterapkan. Zonasi merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memeratakan pendidikan berkualitas. Pemerintah ingin menghilangkan pola pikir kastanisasi dan favoritisme yang selama ini terjadi pada seleksi penerimaan peserta didik baru. Hal ini diberlakukan karena adanya perbedaan sekolah yang disebut unggulan sehingga pendidikan yang berkualitas di Indonesia tidak merata. Selama ini akses sekolah negeri terbaik hanya dapat diakses oleh kalangan masyarakat menengah ke atas.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menegaskan, sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dengan tetap mempertimbangkan nilai ujian nasional (UN) di Jakarta tidak akan menyebabkan adanya sekolah favorit baru. Sebab, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan meningkatkan mutu pendidikan setiap sekolah di Jakarta.

BACA JUGA :  DPRD Sidoarjo Imbau Pemerintah Maksimalkan Aturan PPDB Untuk Pemerataan Pendidikan

“Kalau kita secara serius memperbaiki kualitas sekolahnya, justru nantinya dalam jangka panjang akan merata kualitas itu. Jadi kita fokuskan intervensinya saat anak di dalam sekolah. Intervensinya bukan saat anak mencari sekolah,” ujar Anies di Gedung DPRD DKI, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Pemberlakuan sistem zonasi ini dinilai menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah yang dianggap favorit. Karena memang sebelumnya siswa yang cenderung berprestasi bagus hanya didapatkan dari sekolah unggulan. Kemendikbud memfokuskan sistem zonasi pada daerah-daerah yang belum mempunyai sekolah yang berkualitas. Namun, sistem zonasi ini tidak hanya diberlakukan untuk PPDB, tetapi untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas di seluruh Tanah Air.

Kebijakan pemerintah dalam PPDB ini menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Namun Mendikbud menilai hal ini adalah hal yang lumrah mengingat kebijakan ini adalah hal yang baru. Tetapi tetap saja sistem zonasi ini menuai banyak protes dan penolakan dari para masyarakat. Sistem zonasi ini memicu keresahan pada setiap orang tua siswa. Banyak dari masyarakat yang meminta sistem yang berjalan selama tiga tahun dan mencapai tahap penyempurnaan ini dihapuskan. Tetapi Kemendikbud tetap bersikeras untuk melanjutkan sistem zonasi karena dinilai akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan pada pendidikan saat ini.
Salah satu tujuan pemerintah memberlakukan sistem zonasi ini adalah untuk menghilangkan stigma sekolah favorit.

BACA JUGA :  Dukung Hilirisasi Energi, PGN Suplai Gas Bumi 9.49 BBTUD ke PT Freeport Indonesia

Pakar pendidikan Itje Chodidjah menilai penerapan sistem zonasi ini akan membuka akses untuk semua peserta didik mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Tetapi sosialisasi yang minim dan penerapan sistem yang dianggap kurang jelas membuat orang tua siswa kesulitan dalam mendaftarkan anak di sekolah dengan sistem zonasi.

Lalu apa yang didapat dari sistem ini?
Sistem ini dinilai akan mendorong kualitas pada setiap sekolah sehingga memungkinkan akan meningkatkan kualitas sekolahnya akan semakin baik. Selain itu, sistem zonasi ini akan mempermudah siswa untuk mencapai sekolah lebih dekat dan lebih cepat. Hal ini akan minimalisir penerimaan pelajaran yang tidak optimal karena siswa harus menempuh perjalanan yang jauh untuk ke sekolah. Tetapi adanya sistem zonasi ini akan menuai keresahan bagi peserta didik yang ingin mendaftar ke sekolah unggulan. Akibatnya akan adanya kemungkinan untuk mengelabuhi domisili calon peserta didik melalui pembaruan pada kartu keluarga. Bukan tidak mungkin jika orang tua peserta didik akan merubah domisili pada kartu keluarga jauh-jauh hari sebelum proses seleksi PPDB dilaksanakan. Mengingat domisili adalah tolak ukur dari diterima atau tidaknya peserta didik pada sekolah tersebut.

BACA JUGA :  KASAD dan Ibu Ketua Umum Persit Rasakan Kelezatan Kopi Babinsa, Produk Unggulan dari Kodim 0816 Sidoarjo

Lantas bagaimana pendapat orang tua murid akan hal ini ? Berlakunya sistem zonasi ini seolah terkesan membatasi pilihan siswa. Banyak orang tua yang meresahkan karena sedikitnya pilihan sekolah yang dapat diambil oleh peserta didik. Kekecewaan akan dirasakan oleh sebagian peserta didik yang gagal lolos seleksi sekolah yang diinginkannya. Dan ada juga orang tua siswa yang melaporkan akan hal ini ke KPAI karena pasalnya membatasi hak anak untuk bisa masuk ke sekolah favorit atau yang mereka inginkan. Hal itu akan membuat semangat peserta didik untuk menerima pelajaran di sekolah menurun. Belum lagi tantangan yang dihadapi siswa karena komposisi kelas yang heterogen. Selain itu, dampak zonasi sendiri akan berpengaruh pada guru yang mengajar.

Semoga apa yang dilakukan oleh pemerintah ini mendapatkan perkembangan yang baik agar pendidikan di negara Indonesia bisa lebih baik, dan tanpa membedakan golongan dari masyarakat.

Ditulis oleh
Nina Khuswatun Khotimah
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Ilmu Komunikasi