
(SIDOARJOterkini) – Bantuan Dana Operasional Sebesar Rp 3 Juta yang diberikan pemerintah Kabupaten Sidoarjo kepada 2.086 RW mendapat sorotan dari peminat sosial, Dr. Listiyono Santoso, SS,. M. Hum.
Listiyono Santoso yang merupakan Dosen Filsafat dan Etika di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga Surabaya menilai bantuan Rp 3 Juta yang diberikan kepada RW bisa sia-sia kalau peruntukannya hanya sebagai dana makan minum dan operasional posko relawan di tingkat RW.
“Harusnya bantuan tersebut diberikan kepada RW yang warganya positif covid-19 untuk membentuk kampung tangguh, sesuai dengan konsep PSBB III yang berbasis desa. Baru bantuan dari pemkab diberikan ke kampung tangguh yang disahkan oleh desa. artinya RW yang sudah memenuhi syarat kampung tangguh saja yang diberi bantuan dari pemkab,” kata Listiyono Santoso Kamis 05 Juni 2020
Peminat Sosial asal Kecamatan Buduran itu menambahkan upaya penanganan pandemi covid-19 berbasis desa harusnya saling menguatkan dengan konsep desa tanggap yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kemendes, bukan malah melemahkan kewenangan.
“Konsep kampung tangguh yang berbasis RW itu menguatkan Desa tanggap covid-19, bukan malah melahirkan konflik baru atau benturan kewenangan di masyarakat,” Jelas Listiyono yang juga sebagai RT di salah satu desa Kecamatan Buduran, Sidoarjo.
Dalam upaya mendorong masyarakat mendirikan kampung tangguh, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dapat bekerjasama dengan desa, kemudian juga melibatkan praktisi yang sudah membantu suport penanganan covid 19. Baru pemkab menganalisa kebutuhan anggaran operasionalnya. Jangan hanya dana tiga juta.
“Sehingga posko check poin benar-benar berfungsi secara menyeluruh, bukan sekedar mengingatkan warga untuk menggunakan masker saja. Dengan konsep ini kampung tangguh menguatkan Desa Tanggap Covid 19 yang sudah ada,” jelasnya.
Dan juga menguatkan posisi Babinsa dan Babinkamtibmas sebagai mitra desa sebagai garda terdepan dalam penanganan covid-19. Maka komponen ini dapat saling menguatkan dan mendukung kebijakan yang sudah ada.
“Kerjasama dan kordinasi ini yang dibutuhkan untuk dapat saling menguatkan, bukan malah tumpang tindih kewenangan,” ungkapnya.
Kang Listiyono sapaan akrabnya juga menilai kebijakan Pemerintah Sidoarjo tidak konsisten dengan membuat perda No 39 di dalamnya termuat kosep kampung tangguh, menunjukan unlegitimasi, karena subtansinya sama dengan SE kemendes No 8 tahun 2020.
“Kondisi seperti harusnyaa tidak boleh terjadi, Itulah sebabnya pandemi covid-19 memang mengharuskan terjadi berbagai perubahan tata kelola koordinasi agar semakin lebih baik bukan semakin melahirkan berbagai tafsiran di bawah,” jelasnya.(pung/cles)