Kadishub Joko Santoso
(SIDOARJOterkini)- Ironis Bus Rapid Trans (BRT) ternyata proyek asal menerima hibah dari kementrian perhubungan. Pasalnya, sampai saat ini izin trayeknya belum lengkap dan ditolak oleh sopir angkutan kota.
BRT tidak masuk dalam masterplant pengembangan Terminal Purabaya dibawah Dishub Surabaya. Dishub Sidoarjo juga belum mendapatkan izin dari Pemkot Surabaya terkait rencana pembangunan shelter BRT di Terninal Purabaya. Jika Dishub Sidoarjo tak memberikan izin, maka BRT tidak bisa masuk ke Terminal Purabaya.
Kepala Dishub Sidoarjo, Joko Santoso, mengakui sesuai arahan Kementerian Perhubungan, diperintahkan untuk berkoordinasi dulu dengan Pemkot Surabaya sebelum mengoperasikan BRT.
“Pusat minta menyelesaikan dulu masalah dengan Surabaya terkait shelter di Terminal Bungurasih,” ujarnya, Selasa (7/7/2015)
Joko mengaku sudah berkirim surat ke Pemkot Surabaya, namun sampai saat ini belum ada jawaban. Apakah BRT bisa masuk Terminal Purabaya atau tidak.
BRT merupakan bantuan hibah dari Kementerian Perhubungan itu mengambil rute dari Porong, Tanggulangin, Kota, Tol Pondok Mutiara sampai Terminal Purabaya. Terminal tersebut, meskipun berada di Waru, namun pengelolaannya menjadi milik Pemkot Surabaya.
BRT tidak bisa beroperasi kalau belum mendapatkan izin dari Pemkot Surabaya. “Habis Lebaran baru akan kami rapatkan dengan semua stakeholder, termasuk (Pemkot) Surabaya. Kami berharap masalah ini cepat selesai,” tandas Joko Santosa.
Masalah lain yang menyebabkan BRT tidak bisa beroperasi adalah penolakan para sopir dan pemilik angkutan. Ribuan sopir dan pemilik lin mengancam akan mogok beroperasi bila BRT dipaksakan jalan.
BRT memakan sekitar 25 persen trayek lin. Antara lain, HB2 (Larangan, Wonoayu, Krian), HB1 (Larangan, Pilang, Krembung), JSP (Joyoboyo, Sidoarjo, Porong), HD (Sidoarjo, Tanggulangin, Bulang, Tulangan) dan MPU (Surabaya, Malang). (st-12)