
(SIDOARJOterkini)- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo akan menggandeng Pemkab dalam menangani TKD (Tanah Kas Desa) yang belum besertifikat. Dengan demikian penyelesaian sertifikat akan lebih mudah.
Saat ini beberapa wilayah Sidoarjo ternyata masih banyak tanah desa yang belum memilik sertifikat. BPN ngin melakukan pendataan ulang mencari untuk mencari kendala-kendalanya serta membuat MoU baru dengan Pemkab agar lebih fokus penanganannya.
Kepala BPN Kabupaten Sidoarjo Nandang Agus Taruna menjelaskan data tahun 2014 jumlahnya sebanyak 320 bidang. Realiasinya yang terdaftar atau yang sudah ditangani sebanyak 199 bidang. Dari 199 itu belum signifikan dalam penyelesainnya, hanya 51 bidang yang sudah selesai. “Berarti ada sekitar 20 hingga 30 psersen yang sudah selesai. Dari 199 itu sudah terukur sebanyak 58 bidang, dan 90 bidang lagi masih dalam proses pengukuran,” jelasnya.
Menurutnya, masih banyak kendala di lapangan. Nandang mencontohkan, kalau obyeknya di kantor desa atau puskemas, batas dan penunjuk sudah jelas, sudah ada batas yang pasti, tetapi bagaimana kalau kebun dan tanah kosong. Belum tentu ada tanda batas dan penunjukan batas. “Hal itulah yang menjadi kendala selama ini. Sehingga akan sulit untuk dilakukan pembuatan sertifikat. termasuk juga terhadap kelengkapan berkas permohonannya,” keluhnya.
Selain itu, juga masih banyak kepala desa tidak bersedia membuat surat pelepasannya. Imbasnya, BPN kesulitan untuk melakukan proses sertifikasi.
Nandang mencontohkan, kalau pelepasan, ada sebuah aset yang ada riwayatnya. Kemudian dilepaskan ke negara, dimohonkan untuk hak pakai desa. Kejadian seperti itu masih banyak kepala desa yang belum bersedia.
Enggannya kades melepaskan TKD untuk disertifikasi, salah satu penyebabnya karena lahan tersebut masih terkait dengan tanahnya X cuwilan yang harus lebih disolisalisaikan lagi oleh pemerintah daerah dan BPN, bahwa cuwilan itu otomatis sudah menjadi aset desa, tetapi dalam pemanfaatannya untuk kepentingan umum.
Nandang mencontohkan, ada cuwilan atas nama A, terus Kades takut membuatkan surat pelepasan, karena takut ada gugatan dimasa mendatang. Hal itulah yang menjadi kendala sampai hari ini. “Harapan kami, akan bekersama dengan Pemkab untuk mendata ulang mempelajari kendala-kendalanya, dan membuat MoU baru, mencarikan solusi dalam mengatasi kendala-kendala baru yang lebih fokus lagi,” tandasnya.
Terkait inventariasi aset desa maupun pemerintah, BPN belum berani mengeluarkan produk di atas asset tersebut. Karena belum tahu semua aset pemerintah, padahal dalam UU Pokok Agraria antar pemilik asset dan pihak BPN dalam kepengurusan sertifikasi harus saling siap. “Kami siap memproses, sementera pemilik asset juga harus siap surat-surat atau yang diperlukan. Sehingga semuanya berjalan lancar,” ujarnya. (st-12)